Kebijakan Bahasa dan Identitas Penutur Multilingual di Uni Eropa
Jika Sahabat LBI berjalan di jalanan Brussels, Belgia, Sahabat LBI mungkin akan mendengar berbagai percakapan dalam bahasa Prancis, Belanda, Jerman, bahkan Inggris – semua dalam radius beberapa meter. Setiap bahasa yang digunakan ini bukan hanya sebagai alat komunikasi, melainkan sebagai penanda identitas bagi penuturnya yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari di Eropa. Akan tetapi, bagaimanakah kebijakan penggunaan bahasa di Eropa memengaruhi cara penutur multilingual membangun identitas mereka? Yuk, kita simak penjelasan berikut!
Sekitar 65% dari total populasi di Eropa memiliki kemampuan untuk berbincang dalam bahasa selain bahasa ibu mereka, dan hampir 50% dari total populasi fasih dalam setidaknya dua bahasa. Hal ini disebabkan karena multilingualisme merupakan salah satu dari delapan kompetensi utama yang direkomendasikan oleh Dewan anggota Uni Eropa untuk pembelajaran sepanjang hayat bagi semua warga Eropa sejak usia dini.
Terdapat 24 bahasa resmi di Uni Eropa, yaitu Belanda, Prancis, Jerman, Italia, Denmark, Inggris, Yunani, Portugis, Spanyol, Finlandia, Swedia, Ceko, Estonia, Hungaria, Latvia, Lituania, Malta, Polandia, Slovakia, Slovenia, Bulgaria, Irlandia, Rumania, dan Kroasia. Banyaknya ragam bahasa yang digunakan di Eropa ini mencitrakan keragaman budaya dan linguistik, serta merupakan bagian penting dari warisan budaya.
Multilingualisme bahkan digunakan sebagai prinsip utama Uni Eropa yang bertujuan untuk berkomunikasi antarwarga pada negara-negara di Eropa, melindungi keragaman bahasa Eropa yang kaya, dan mempromosikan pembelajaran bahasa di Eropa. Serba-serbi tentang penggunaan bahasa di Uni Eropa telah ditetapkan dalam Peraturan Dewan No. 1 Tahun 1958. Kebijakan ini, selain mendorong pluralitas budaya, juga memungkinkan setiap individu untuk mempertahankan identitas bahasa dan budaya mereka dalam konteks supranasional.
Promosi pembelajaran bahasa telah lama dilakukan Uni Eropa, dengan argumen bahwa belajar bahasa menciptakan peluang pribadi dan profesional bagi setiap individu - menumbuhkan kesadaran budaya, saling pengertian, dan kohesi sosial bagi masyarakat - dan bagi perusahaan, bahwa pekerja yang memiliki kompetensi bahasa dan antarbudaya merupakan sumber daya berharga yang membantu bisnis tumbuh dan sukses di pasar global.
Dengan keragaman yang ada di Uni Eropa, orang dengan kemampuan multilingual perlu membangun identitas mereka melalui bahasa dan budaya yang berbeda. Sebagai contoh, orang-orang yang tinggal di kawasan perbatasan, seperti Belgia (dengan komunitas berbahasa Prancis, Belanda, dan Jerman), cenderung mengintegrasikan unsur-unsur dari semua budaya dan bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari, membentuk identitas yang unik dan tidak hanya terikat pada satu kebangsaan atau budaya.
Sementara itu, di Swiss, yang memiliki empat bahasa nasional (Jerman, Prancis, Italia, Romansh), pemilihan bahasa menandakan asosiasi kultural atau regional. Penutur multilingual mungkin menggunakan salah satu bahasa untuk menunjukkan ikatan mereka dengan komunitas atau wilayah tertentu, sementara bahasa lainnya digunakan untuk terhubung dengan orang-orang dari komunitas atau negara yang berbeda.
Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan globalisasi, peran bahasa menjadi semakin penting sebagai jembatan identitas yang memfasilitasi interaksi antarbudaya dan pemahaman lintas batas. Menurut Sahabat LBI, bagaimana Eropa akan menavigasi tantangan ini di masa depan? Sepertinya, sih, kebijakan bahasa akan terus mendukung pluralisme, namun tidak menutup kemungkinan kita akan melihat pergeseran ke arah yang lebih homogen, bukan?
Penulis: Anna Maura Aulia Rambe (Prodi Prancis 2021)