Tiga Legenda Urban Populer di Masyarakat Jepang
Halo, Sahabat LBI!
Pernahkah Sahabat LBI mendengar istilah legenda urban atau urban legend? Dilansir dari Britannica, istilah ini merujuk pada suatu cerita tentang kejadian tidak biasa, yang diyakini banyak orang sebagai suatu hal yang nyata. Namun sebenarnya, cerita tersebut tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Mirip dengan mitos, legenda urban juga dibagikan melalui penceritaan lisan dan dipopulerkan melalui sejumlah media. Akan tetapi, jika ditanya apa yang membedakan legenda urban dengan mitos, jawabannya terletak di latar ceritanya. Jika mitos lebih dekat kepada unsur kosmik dan latar yang kuno, legenda urban justru mengambil latar kontemporer. Hal ini disebabkan karena legenda urban dipercaya sebagai suatu cerita yang lahir atas cerminan kecemasan masyarakat modern.
Legenda urban dapat dijumpai di seluruh belahan dunia, dengan perbedaan kisah yang disesuaikan dengan budaya dan kondisi setempat. Di Jepang sendiri, terdapat berbagai legenda urban yang dapat Sahabat LBI temukan, beberapa di antaranya ialah sebagai berikut.
1. Hanako-san
Hanako-san merupakan legenda urban yang erat kaitannya dengan dunia sekolah. Legenda urban ini mengisahkan sesosok hantu yang menghuni toilet wanita pada bilik ketiga di berbagai sekolah di Jepang. Wujudnya merupakan seorang gadis kecil berambut pendek yang mengenakan kemeja putih dan rok merah. Dalam cerita yang beredar, keberadaan Hanako dapat dijumpai jika kita mengetuk pintu toilet bilik ketiga sebanyak tiga kali dan bertanya apakah Hanako ada di dalam. Respon yang Hanako berikan setelah pertanyaan ketiga memiliki beragam versi, dan, dari sekian banyak alur yang dikisahkan, kepercayaan bahwa Hanako akan menarik orang yang memanggilnya ke dalam toilet lalu membunuhnya menjadi versi yang lebih populer.
2. Aka Manto
Pertanyaan “Pilih merah atau biru?” mungkin terdengar biasa. Namun, jika Sahabat LBI mendengarnya di dalam toilet sekolah Jepang, tandanya Aka Manto ada di sekitar kita. Jika Hanako menghuni toilet wanita bilik ketiga, Aka Manto dipercaya menghuni toilet tua yang jarang digunakan. Ia akan meminta orang yang terpaksa menggunakan toilet tua untuk memilih warna merah atau biru, dan jawaban yang diberikan oleh orang tersebut kemudian menjadi cara Aka Manto membunuhnya. Dalam cerita populer, merah dipercaya memberikan konsekuensi dibunuh hingga darah mengalir keluar, sedangkan biru akan menyebabkan seseorang disedot darahnya hingga tewas dengan wajah membiru. Visual Aka Manto memiliki perbedaan di awal kelahiran legenda urban ini hingga sekarang. Dilansir dari Yokai.com, Aka Manto pada awalnya digambarkan mengenakan jaket kimono pendek tanpa lengan, tetapi sekarang, orang-orang lebih sering menggambarkannya menggunakan jubah panjang merah dengan tudung yang menutupi kepalanya.
3. Kuchisake Onna
Legenda urban satu ini berasal dari periode Heian. Dilansir dari situs Seisen.com, diceritakan ada seorang wanita cantik yang menikahi seorang samurai. Wanita itu memiliki sifat yang sombong dan tidak ragu berselingkuh dari suaminya. Suaminya yang mengetahui hal tersebut kemudian marah dan merobek mulut wanita itu dari telinga ke telinga. Setelah melakukan perbuatan tersebut, suaminya kemudian mengatakan bahwa tidak akan ada lagi yang melihat wanita itu sebagai wanita cantik. Namun, di awal tahun 2000-an, cerita ini kemudian berkembang menjadi cerita tentang wanita yang mengenakan masker bedah dan kerap menghampiri orang yang lewat di jalanan pada malam hari untuk bertanya. Meskipun seperti legenda urban pada umumnya yang memiliki banyak versi, pertanyaan Kuchisake Onna tetap konsisten dalam berbagai versi. Ia akan bertanya, “Apakah saya cantik?” dan membunuh siapa pun yang berani menjawab tidak.
Itulah tiga legenda urban yang populer di masyarakat Jepang. Tiga legenda urban tersebut tidak dapat hanya dilihat sebagai cerita horor biasa, melainkan bagian dari budaya Jepang itu sendiri. Sampai sekarang, kisah-kisah ini masih dituturkan bahkan diadaptasi ke dalam berbagai media hiburan. Mulai dari film, komik, hingga game, media-media tersebut secara praktis digunakan untuk melestarikan sekaligus mengembangkan cerita tersebut agar sesuai dengan keadaan zaman.
Penulis: Chika Ayu (Ilmu Sejarah, 2022)