Webinar Program Pelayanan Bahasa Kisah dari Afrika Utara: Warisan Tunisia
Tunisia, Perpaduan Harmonis antara Budaya dengan Peradaban
مرحبا! Kembali lagi dengan LBI FIB UI dengan berbagai seminar dan webinar mengenai bahasa yang tentunya akan membuka wawasan Sahabat LBI. Dalam artikel ini, akan dibahas webinar yang baru-baru ini diadakan oleh LBI FIB UI, berkolaborasi dengan Kedutaan Besar Republik Tunisia untuk Indonesia. Sahabat LBI mungkin lebih mengenal Tunisia sebagai salah satu negara penghasil kurma (Tunisian Dates) yang umum ditemukan di kala bulan puasa, akan tetapi kekayaan budaya dan hasil bumi yang berasal dari Tunisia jauh lebih banyak daripada itu. Pada webinar yang berjudul “Kisah dari Afrika Utara: Warisan Tunisia” ini, LBI bermaksud secara lebih jauh memperkenalkan negara Tunisia dan budayanya yang menarik! Webinar yang diadakan pada Selasa, 6 Mei 2025, ini mengundang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Tunisia untuk Indonesia, yaitu Mohamed Trabelsi, sebagai pembicara. Penasaran seperti apa negara Tunisia ditampilkan dalam webinar ini? Silakan disimak informasinya dalam artikel berikut ini.
Tunisia dalam Lintasan Ruang dan Waktu
Bapak Duta Besar Mohamed Trabelsi membuka pemaparan materinya dengan menjelaskan mengenai latar belakang geografis dan historis dari negara Tunisia. Tunisia merupakan sebuah negara yang terletak di kawasan Afrika Utara. Dipisahkan oleh Laut Mediterania, Tunisia berbatasan dengan kawasan Eropa dan Timur Tengah. Lokasinya yang berada di pusat peradaban Mediterania ini membuat Tunisia memiliki sejarah yang sangat panjang, yang dimulai sejak tahun 814 SM, yang berkaitan dengan perpaduan budaya yang sangat beragam.
Pada mulanya Tunisia dihuni oleh suku Berber, suku asli Afrika Utara, hingga kemudian dikuasai oleh Kekaisaran Bizantium pada tahun 533 Masehi dan Kekaisaran Ottoman pada tahun 661 Masehi sampai pada tahun 1881. Setelah itu, Tunisia dijajah oleh Prancis di tahun 1881 hingga mendapatkan kemerdekaannya pada tanggal 20 Maret 1956. Sejarah panjang yang dialami oleh Tunisia membuatnya memiliki kekayaan budaya yang merupakan perpaduan budaya Eropa dan budaya Arab.
Tunisia, Negara dengan Perpaduan Budaya Eropa dan Timur Tengah yang unik!
Mohamed Trabelsi kemudian melanjutkan pemaparan dengan menyebutkan beberapa warisan budaya dan peninggalan sejarah yang dimiliki Tunisia. Tunisia memiliki rumah tradisional, Berber Caves, yang merupakan warisan dari Suku Berber. Pada masa Kekaisaran Ottoman di bawah kekhalifahan Fatimid, di Ifqriya (sekarang menjadi Tunisia dan sebagian negara Aljir) berdiri Universitas Al-Azhar sebagai pusat pembelajaran agama Islam. Tak hanya itu, Tunisia juga memiliki beberapa warisan budaya lain seperti Pelabuhan Punisia Kartago, Amfiteater Roma El Djem yang merupakan warisan dari Kekaisaran Romawi—dan juga merupakan bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO—serta Masjid Agung Kairouan, Masjid Agung Ez-Zitouna, yang merupakan pengaruh dari Kekaisaran Islam Ottoman. Kebudayaan di Tunisia juga mendapat banyak pengaruh dari Prancis, yang salah satunya tampak pada Katedral St. Vincent de Paul dan juga pada kota peninggalan masa kolonial Perancis yang meninggalkan gaya arsitektur khas negara yang dikenal sebagai Negeri Mode itu.
Tidak hanya memiliki keragaman warisan budaya, Tunisia juga memiliki keragaman bahasa. Penduduk Tunisia berbicara menggunakan bahasa Arab dengan dialek Tunisia, yang merupakan bagian dari dialek Arab Maghrebi, dengan jumlah penutur sebanyak lebih dari 13 juta penduduk Tunisia. Bahasa Arab Tunisia dipengaruhi oleh beberapa bahasa lainnya, yaitu bahasa Punisia, Arab, dan juga Latin. Selain bahasa Arab Tunisia, bahasa Prancis merupakan bahasa kedua yang banyak paling digunakan di Tunisia—hal ini berkaitan dengan pengaruh kolonisasi Prancis terhadap Tunisia—dan biasanya digunakan dalam lingkup pendidikan.
Meskipun sarat akan pengaruh kebudayaan Islam, agama yang terdapat di Tunisia tidak hanya islam—terdapat pula agama yudaisme dan kristen. Selain itu disebutkan juga oleh Bapak Duta Besar bahwa meskipun terkenal dengan Couscous, makanan pokok populer di negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah yang terbuat dari buliran gandum semolina yang dikukus, Tunisia pun memiliki beberapa warisan budaya kuliner khas lainnya, seperti brik, La salade méchouia, dan manisan khas Tunisia.
Pakaian tradisional Tunisia yang terkenal adalah jebba, sefsari, burnous, dan fouta. Jebba adalah tunik tanpa lengan yang umumnya dihiasi sulaman, payet, dan benang logam, sedangkan sefsari adalah gaun yang panjang dan tebal. Burnous adalah jubah berkerudung yang dikenakan oleh pria, dan fouta adalah handuk berwarna cerah yang digunakan sebagai pembungkus tubuh oleh pria dan wanita
Tidak lengkap rasanya berbicara tentang warisan budaya tanpa aspek kesenian. Tunisia memiliki beberapa genre musik yang terkenal, yaitu malouf sebagai salah satu genre musik klasik, mezoued sebagai salah satu genre musik populer, dan soulamia sebagai salah satu genre musik religius. Beberapa musisi asal Tunisia yang terkenal adalah Dorsaf Al-Hamdani dan Ziad Gharsa, serta Balti. Tidak hanya dalam seni musik, Tunisia pun memiliki beberapa seniman lukis terkenal seperti Mehdi Ben Cheikh (pelukis seni rupa kontemporer) dan Hatem El Mekki (seniman berdarah Tunisia-Indonesia).
Dua Benua, Satu Semangat Persahabatan
Meski terpaut jarak yang cukup jauh, Tunisia memiliki bukti sejarah kuat yang menekankan hubungannya dengan Indonesia. Ketika Indonesia menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955, Tunisia termasuk ke dalam daftar negara yang menghadiri acara yang digelar oleh Presiden Soekarno ini. Dalam acara ini, Soekarno secara resmi memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan Tunisia. Lima tahun berselang, Presiden Soekarno mengunjungi Tunisia sebagai bagian dari perjalanan kenegaraan pada tahun 1960. Kedekatan Bapak Proklamator Indonesia dengan negara Tunisia ini turut menjelaskan alasan Tunisia menamakan salah satu jalannya dengan nama Soekarno. Tepat pada hari kelahiran Bung Karno, pada tanggal 6 Juni 2024 lalu, pemerintah Tunisia meresmikan jalan yang diberi nama “Rue Du Leader Ahmed Soekarno” yang berarti “Jalan Proklamator Ahmad Soekarno” di sebuah kawasan elit Berges du Lac, kota Tunis.
Dari Tunisia, Untuk Dunia
Setelah pemaparan materi yang super menarik, rasanya tidak lengkap jika tanpa adanya sesi tanya jawab yang interaktif. Pada sesi ini, dua peserta berkesempatan mengajukan pertanyaan langsung kepada Bapak Duta Besar Muhammad Trabelsi, yang dijawabnya dengan hangat dan dengan informasi yang sangat menarik. Yang tidak kalah menarik, LBI FIB UI telah menyediakan hadiah untuk para peserta yang dinobatkan sebagai penanya terbaik (satu orang) dan peserta teraktif (dua orang). Setelah dua jam berlalu, webinar pun ditutup dengan sesi dokumentasi yang menandakan akhir dari kegiatan ini.
Apabila Sahabat LBI tertarik untuk mengikuti webinar serupa yang diselenggarakan oleh LBI FIB UI, Sahabat LBI dapat mengikuti kanal media sosial LBI untuk mendapat update terbaru ya! بالسلامة!
Penulis: Nurul Fadjriah (Sejarah 2022) & Valerina R. C. (Sastra Inggris 2022)