Bahaya Cultural Appropriation dalam Belajar Bahasa dan Budaya
Cultural appropriation atau perampasan budaya adalah istilah untuk menggambarkan suatu tindakan mengambil atau menggunakan elemen kebudayaan tertentu oleh individu atau kelompok di luar budaya tersebut tanpa pemahaman, penghormatan, atau konteks yang sesuai. Hal ini tentu berbeda dari apresiasi budaya yang melibatkan penghormatan dan pembelajaran mendalam.
Istilah ini muncul pada tahun 1980-an di dunia akademis dan digunakan untuk membahas isu-isu seperti kolonialisme dan hubungan antara kelompok mayoritas dan minoritas. Kemudian istilah ini keluar dari konteks akademis dan digunakan dalam budaya populer. Ketika seorang anggota kelompok mayoritas menafsirkan atau menyederhanakan suatu konsep budaya kelompok minoritas, atau memperlakukan budaya kelompok minoritas sebagai bagian dari suatu lelucon, maka ia telah melakukan cultural appropriation.
Cultural appropriation dapat ditemukan di berbagai bidang, seperti agama, musik, olahraga, mode, dan film. Bahkan dalam mempelajari bahasa dan budaya lain, seseorang mungkin tanpa sadar akan melakukan cultural appropriation, seperti menggunakan stereotipe dalam berbahasa. Salah satu contoh cultural appropriation adalah ketika seseorang meniru aksen atau cara berbicara suatu kelompok dengan cara yang sensitif dan terkesan memperolok budaya terkait. Selain itu, ketika kita mempelajari suatu bahasa tanpa memahami konteks sosial dan budaya di balik kata-kata yang digunakan, sangat dimungkinkan terjadinya miskomunikasi atau bahkan anggapan akan penghinaan terhadap budaya tertentu.
Menggunakan simbol dan tradisi budaya, seperti tarian, makanan, atau pakaian tradisional, tanpa memahami maknanya juga termasuk cultural appropriation, apalagi jika penggunaan simbol dan tradisi budaya tersebut dilakukan hanya untuk keuntungan pribadi tanpa menghormati nilai sejarah maupun sosialnya. Kurangnya pemahaman akan hal-hal tersebut dapat membahayakan hubungan antarbudaya dengan terciptanya kesalahpahaman atau ketegangan antarkomunitas. Jika elemen budaya digunakan tanpa izin atau apresiasi, hal ini dapat dianggap sebagai eksploitasi terhadap budaya tersebut. Selain itu, mengambil elemen budaya tanpa memahami konteks yang dikandungnya dapat menghilangkan makna atau mereduksi nilai dari budaya tersebut.
Untuk mencegah cultural appropriation, kita sebaiknya mempelajari budaya dan bahasa dengan rasa hormat yang pantas dan memiliki niat untuk memahami, bukan sekadar mengambil elemen yang menarik perhatian. Akan lebih baik pula bagi kita untuk melakukan pembelajaran langsung dari orang yang berasal dari budaya tersebut, sehingga kita dapat menyadari bagaimana tindakan kita dapat memengaruhi komunitas budaya tersebut.
Mempelajari suatu bahasa dan budaya asing merupakan langkah positif menuju inklusi dan pemahaman global, tetapi harus dilakukan dengan penuh hormat dan kesadaran, ya, Sahabat LBI! Menghindari cultural appropriation tidak hanya menunjukkan penghargaan terhadap budaya lain, tetapi juga memperkuat hubungan antarbudaya yang lebih sehat dan setara. Memahami budaya yang berbeda dengan yang kita miliki membutuhkan keterbukaan, empati, dan penghormatan yang tulus. Untuk itu, mari kita menghormati dan merayakan budaya lain tanpa mengklaim kepemilikan atas elemen-elemen tersebut.
Penulis: Anna Maura Aulia Rambe (Prodi Prancis 2021)