Serba-Serbi Bahasa dalam Media Massa Kolonial Indonesia
Halo, Sahabat LBI!
Tahukah kamu bahwa pada bulan Februari ini kita merayakan Hari Pers Nasional pada tanggal 9?
Di Hari Pers Nasional ini, kita tidak hanya merayakan kebebasan pers, tapi juga mengenang sejarah panjang media massa di Indonesia. Salah satu hal menarik yang patut dibahas adalah serba-serbi bahasa yang digunakan dalam media massa pada zaman kolonial.
Ternyata, koran-koran “jadul” tidak hanya menggunakan bahasa Belanda atau bahasa Melayu, lho. Ada berbagai bahasa asing lain yang digunakan, salah satunya adalah bahasa Jepang.
Sebelum kita masuk ke inti pembahasan, ada baiknya kita selami dahulu definisi dari pers atau media massa itu sendiri.
Apa itu Media Massa?
Pers atau media massa adalah sarana komunikasi yang dipakai untuk menyebarkan informasi ke banyak orang dalam waktu singkat.
Apa saja jenis media massa? Ada banyak, Sahabat LBI! Mulai dari jenis media yang konvensional seperti koran, majalah, radio, dan TV, hingga tipe media dalam bentuk yang modern seperti portal berita online dan media sosial dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh nama portal berita atau media massa yang sering kita temui sehari-hari adalah Kompas, Detik, CNN, atau bahkan X dan YouTube, yang sekarang juga telah menambahkan fungsi sebagai portal berita.
Media massa berfungsi tidak hanya untuk menyebarkan berita saja, tapi juga menjadi alat edukasi, hiburan, dan kontrol sosial agar masyarakat semakin “melek” informasi. Tentunya ada banyak dampak positif dengan adanya media massa, seperti membuat masyarakat lebih update dengan perkembangan dunia, memberi wawasan baru, dan membantu penyebaran informasi dengan lebih cepat.
Media Massa pada Zaman Kolonial Indonesia
Pada masa sebelum kecanggihan teknologi merambah di masyarakat, masyarakat memanfaatkan media massa sebagai sumber utama untuk mendapatkan informasi. Hal ini juga berlaku pada masyarakat yang hidup pada masa penjajahan Belanda di Nusantara.
Masyarakat Hindia Belanda ini tentu tidak hanya terdiri dari masyarakat asli Nusantara, tapi juga terdiri dari orang-orang dari berbagai etnis, seperti etnis Belanda dan etnis negara lain di Eropa, etnis Tionghoa, etnis Jepang, dan bahkan etnis Arab.
Dengan komposisi masyarakat yang beragam tersebut, tentu media massa seperti koran pada zaman itu ditulis dalam bahasa yang beragam pula, termasuk bahasa asing! Nah, kira-kira bahasa apa saja yang digunakan dalam koran-koran “jadul” pada zaman penjajahan Belanda? Yuk, simak lebih lanjut!
Serba-Serbi Bahasa dalam Media Massa Kolonial Indonesia
Bahasa Belanda
Ketika mesin cetak pertama kali digunakan di Nusantara pada tahun 1624, bahasa pertama yang digunakan dalam penerbitan berita pada koran adalah bahasa Belanda. Hal ini tentu karena Belanda lah yang membawa mesin cetak tersebut.
Dari kurun waktu 1624, kemudian berlanjut pada masa VOC, hingga akhir masa pemerintahan Hindia Belanda pada 1949, orang Belanda yang menetap di Nusantara pada masa itu menerbitkan banyak sekali koran dengan berbagai nama, mulai dari Kort Bericht Europa, De Locomotief, Het Nieuws van den Dag, hingga Bataviaasch Nieuwsblad.
Surat kabar berbahasa Belanda biasanya membahas isu-isu pemerintahan, ekonomi, dan hukum. Walau begitu, peredaran koran-koran berbahasa Belanda ini hanya ditujukan untuk kalangan elite, terutama warga negara Belanda dan bangsawan pribumi terpelajar.
Bahasa Melayu
Sebagai Lingua Franca di Nusantara, bahasa Melayu menjadi bahasa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat pribumi di seluruh pulau. Banyaknya penutur bahasa Melayu ini pun dimanfaatkan oleh orang-orang Tionghoa untuk menerbitkan berbagai surat kabar berbahasa Melayu. Koran-koran berbahasa Melayu semakin tumbuh “subur” seiring dengan meningkatnya tingkat melek huruf dan pendidikan pribumi pada era politik etis (1901).
Surat kabar berbahasa Melayu sering digunakan untuk menyebarkan gagasan nasionalisme dan membangkitkan kesadaran rakyat. Beberapa surat kabar berbahasa Melayu di antaranya adalah Medan Prijaji, Sinar Hindia, Oetoesan Melayu, dan Bintang Timoer.
Bahasa Jawa
Karena banyak orang pribumi yang lebih akrab dengan penggunaan bahasa daerah, beberapa surat kabar memilih bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar mereka. Tujuannya agar berita lebih gampang dicerna oleh masyarakat pribumi, khususnya yang belum terlalu familiar dengan bahasa Melayu.
Salah satu koran berbahasa Jawa adalah koran Bromartani, Retnodhoemilah, Darma Kondo, dan Djawi Kondo.
Koran Bromartani menggunakan bahasa kromo inggil yang merupakan tingkatan tertinggi dalam bahasa Jawa. Hal ini karena target pasar Bromartani adalah elite Jawa yang bersekolah di sekolah tinggi. Sayangnya, koran ini hanya terbit selama 2 tahun karena sepi peminat.
Bahasa Mandarin
Komunitas Tionghoa juga memiliki media atau portal beritanya sendiri, baik dalam bahasa Mandarin maupun dalam bahasa Melayu dengan dialek Tionghoa.
Koran Tionghoa berbahasa Mandarin dikelola oleh orang-orang Tionghoa totok (asli), sementara Koran Tionghoa berbahasa Melayu biasanya dikelola oleh orang-orang Tionghoa peranakan.
Beberapa surat kabar etnis Tionghoa di antaranya adalah Sin Po, Keng Po, Hong Po, dan Pewarta Soerabaia. Koran-koran ini sering membahas isu sosial, bisnis, dan hal-hal seputar komunitas Tionghoa.
Bahasa Jepang
Tidak hanya etnis Tionghoa, orang-orang Jepang telah ada di Nusantara sejak akhir abad ke-19. Sebagai suatu komunitas yang lebih kecil, warga Jepang yang menetap di Nusantara pada masa itu membuat surat kabarnya sendiri sebagai upaya untuk menyebarkan dan memperoleh informasi.
Dalam kurun waktu 1916-1938, terdapat beberapa surat kabar yang didirikan oleh komunitas Jepang seperti Java Nippo, Bende, Nichiran Shogyo Shimbun, Nan’yo Tuho, dan Toindo Nippo.
Mendekati Perang Dunia II, konten yang ditampilkan dalam koran-koran Jepang cenderung mengarah ke propaganda dan menuai kontroversi. Hal inilah yang membuat image “mata-mata” semakin melekat pada komunitas Jepang yang tinggal di Hindia Belanda sebelum masa pendudukan Jepang.
Bahasa Inggris
Meskipun hanya sebentar, terdapat pula koran berbahasa Inggris yang diterbitkan ketika Inggris menduduki Nusantara. Koran ini bernama Java Government Gazette.
Raffles menggunakan koran tersebut demi kepentingan politis Inggris di Hindia Belanda selama tahun 1812-1816. Koran ini berisi peraturan, janji, dan pemberitahuan yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris.
Walau sebagian besar artikelnya diproduksi dalam bahasa Inggris, beberapa artikel koran ini tetap menggunakan bahasa Belanda. Hal ini karena sebagian besar pegawai Raffles saat itu adalah orang Belanda.
Dari artikel ini, Sahabat LBI dapat mengetahui bahwa bahasa yang digunakan pada berbagai media massa, dalam konteks zaman kolonial adalah koran, saat itu sangatlah beragam. Tidak hanya bahasa Belanda, tetapi juga bahasa Melayu, bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa Mandarin, hingga bahasa Jepang digunakan untuk menyampaikan informasi dalam media massa kala itu. Sangat banyak, bukan?
Apakah Sahabat LBI tertarik untuk mempelajari lebih dalam berbagai bahasa asing? Yuk, daftarkan dirimu di kursus-kursus bahasa yang disediakan LBI FIB UI!
Penulis: Nurul Fadjriah (Prodi Sejarah 2022)