Wabi Sabi, Seni Melihat Keindahan di Tengah Ketidaksempurnaan
Halo, Sahabat LBI!
Bagi masyarakat modern saat ini, kesempurnaan telah menjadi tolak ukur dari kesuksesan seseorang. Alih-alih menerima fakta bahwa manusia tidak akan pernah mencapai titik kesempurnaan yang diidamkan, banyak orang justru lebih suka mengejar obsesi tersebut, agar dapat merasakan bagaimana menjadi manusia seutuhnya.
Namun di Jepang, terdapat sebuah filosofi yang justru merayakan kebalikan dari semua itu dan melihat ketidaksempurnaan sebagai bagian alami yang harus diterima. Filosofi itu dikenal sebagai wabi-sabi, sebuah pandangan hidup yang mendorong setiap manusia untuk menerima segala kekurangan dengan lebih tenang.
Wabi-Sabi dan Prinsipnya
Dilansir dari Art Nomura dan Ebsco, wabi-sabi merupakan dua kata berbeda yang mengalami perubahan makna seiring berjalannya waktu. Pada awalnya, kedua kata ini memiliki jejak historis yang dipergunakan sebagai kata dengan sifat negatif. Namun, berkat pengaruh Buddhisme Zen, dua kata itu mulai dipakai dengan cara yang berbeda dan dimaknai dengan cara yang lebih positif. Sekarang wabi dikenal sebagai kesederhanaan, sedangkan sabi dianggap sebagai proses menemukan keindahan di dalam benda yang telah termakan usia.
Penggabungan kedua kata ini menciptakan sebuah filosofi hidup yang mengingatkan manusia bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Keindahan dan kesempurnaan bukanlah dua kata yang harus ada secara bersamaan, melainkan dapat juga ditemukan lewat ketidaksempurnaan, kesederhanaan, dan kefanaan.
Pelajaran Berharga dari Konsep Ini
Wabi-sabi dapat dimaknai ke dalam berbagai sisi kehidupan. Hingga saat ini, kita dapat melihat penerapan filosofi ini melalui konsep penataan dekorasi rumah yang minimalis, penyusunan desain, maupun gaya hidup sederhana. Sahabat LBI bahkan juga dapat mempraktekan filosofi ini di rumah kalian, lho! Penerapan konsep ini dapat dimulai dengan menerima kekurangan diri sendiri, menerima perubahan sebagai siklus hidup yang alami, dan mengapresiasi hal-hal kecil yang terjadi di dalam hidup.
Di dunia yang bergerak dengan serba cepat ini, wabi-sabi dapat digunakan oleh siapa pun sebagai pengingat ‘lembut’ di tengah tuntutan zaman yang melelahkan. Jika filosofi ini diterapkan, manusia akan lebih mudah berdamai dengan segala jenis keadaan dan mencapai ketenangan dalam batinnya. Hingga nantinya, hal ini dapat mengurangi beban hati seseorang akan perasaan yang tidak pernah puas.
Penulis: Chika Ayu (Ilmu Sejarah, 2022)