Menelisik Peran Penerjemahan melalui Novel Babel karya R.F. Kuang
“Translation agencies have always been indispensable tools of—nay, the centres of—great civilizations.”
Pernahkah Sahabat LBI membayangkan jika penerjemahan bukan hanya tentang mengalihkan kata dari satu bahasa ke bahasa lain, tapi juga menjadi alat pembebasan sekaligus alat penindasan? Novel Babel karya R.F. Kuang hadir sebagai salah satu karya fiksi yang berani mengguncang pandangan kita mengenai peran seorang penerjemah di tengah konflik kolonialisme, pendidikan, dan bahasa.
Melalui kisah yang intens dan penuh lapisan makna, Babel tidak hanya menawarkan fiksi sejarah alternatif, tapi juga menjadi bacaan penting untuk siapa pun yang tertarik pada dunia bahasa.
Seperti apa Babel melukiskan dunia penerjemahan? Mari kita telusuri!
Sekilas Tentang Babel
Novel Babel, Or the Necessity of Violence: An Arcane History of the Oxford Translators' Revolution karya R.F. Kuang adalah karya fiksi sejarah dengan sentuhan fantasi akademik yang rilis pada tahun 2022. Cerita ini berpusat pada Robin Swift, seorang anak yatim piatu asal Tiongkok yang dibawa ke Inggris dan akhirnya diterima di Royal Institute of Translation alias Babel. Babel merupakan lembaga elit Oxford yang mengajarkan ilmu bahasa dan penerjemahan.
Namun, Babel bukan sekadar kampus biasa. Di dunia alternatif yang diciptakan R.F. Kuang, Inggris pada abad ke-19 memiliki kekuatan magis bernama silver-working, yaitu sihir berbasis bahasa yang memanfaatkan batang perak bertuliskan pasangan kata (match-pairs) dari dua bahasa berbeda. Efek sihir muncul dari celah makna di antara dua kata yang diterjemahkan. Silver-working menjadi kekuatan magis yang dimanfaatkan Inggris untuk menguatkan praktik imperialisme dan kolonialisme. Inggris pun semakin tumbuh menjadi kekuatan yang tak tertandingi.
Seiring waktu, Robin pun menyadari bahwa pengabdiannya pada Babel berarti pengkhianatan pada tanah airnya, terutama ketika Inggris memutuskan untuk berperang melawan Tiongkok demi perak dan candu. Dari sinilah pergolakan batin Robin bermula antara kesetiaan pada institusi atau perjuangan demi keadilan.
Penerjemahan sebagai Alat Pembebasan
"Translation, from time immemorial, has been the facilitator of peace. Translation makes possible communication, which in turn makes possible the kind of diplomacy, trade, and cooperation between foreign peoples that brings wealth and prosperity to all."
Peran penerjemahan dalam novel Babel karya R.F. Kuang digambarkan bukan hanya sebagai proses alih bahasa, tetapi sebagai kekuatan yang membentuk dunia—baik secara harfiah maupun secara analogis. Idealnya, penerjemahan dipandang sebagai suatu alat pembebasan. Berikut ini adalah penjabarannya.
1. Jembatan Antarbudaya dan Peradaban
Penerjemahan dalam Babel digambarkan sebagai alat utama untuk membangun pemahaman lintas bangsa dan budaya serta jembatan yang menyatukan dunia. Lewat kerja keras para penerjemah di Institut Babel, ilmu pengetahuan dari berbagai penjuru dunia, mulai dari teks filsafat Yunani hingga puisi klasik Tiongkok, dapat diakses dan dipelajari oleh lebih banyak orang. Bayangkan saja betapa luar biasanya ketika pengetahuan dari satu sudut dunia dapat membuka pikiran dan memperkaya peradaban di sudut dunia yang lain.
Dalam kehidupan nyata, hal ini menjadi cerminan nyata dari peran besar penerjemahan, yaitu sebagai perantara pemahaman global, serta sebagai jembatan yang memungkinkan manusia saling belajar, saling mengenal, dan akhirnya saling menghargai. Dunia menjadi terasa lebih dekat dan lebih terbuka ketika bahasa tidak lagi menjadi penghalang.
Jadi dapat dikatakan bahwa para penerjemah itu semacam "penjelajah budaya”. Mereka membawa kita melintasi waktu dan tempat, menyajikan karya dan pemikiran dari berbagai penjuru dunia, dan membuat kita sadar bahwa di balik perbedaan bahasa, ternyata ada banyak nilai yang dapat kita bagi bersama. Jika Sahabat LBI pernah merasa tersentuh oleh kutipan indah dari buku asing, atau belajar hal baru dari film berbahasa lain yang diterjemahkan, itu semua tidak akan terjadi tanpa adanya penerjemahan.
2. Alat Diplomasi Lintas Batas
Dalam Babel, penerjemahan dapat menjadi senjata diplomasi yang sangat strategis. Di dunia yang digambarkan R.F. Kuang, ditekankan bahwa siapapun yang menguasai bahasa, dialah yang memegang kendali; di sinilah penerjemah memegang peranan vital. Mereka menjadi kunci negosiasi, penjaga rahasia, bahkan penentu arah sejarah.
Ketika dilakukan dengan etika dan empati, penerjemahan dapat menjadi jembatan yang meredakan konflik, menyatukan visi, dan menciptakan hubungan internasional yang lebih damai. Dalam dunia nyata pun, diplomasi antarnegara sangat bergantung pada penerjemah. Entah dalam pertemuan PBB, negosiasi perdamaian, bahkan dalam kesepakatan dagang lintas benua, para penerjemahlah yang bekerja di balik layar untuk memastikan pesan tersampaikan dengan tepat dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Silver-Working: Ketika Penerjemahan menjadi Alat Penindasan
"Betrayal. Translation means doing violence upon the original, means warping and distorting it for foreign, unintended eyes. So then where does that leave us? How can we conclude, except by acknowledging that an act of translation is then necessarily always an act of betrayal?"
Babel tidak hanya melihat penerjemahan dari sisi positifnya saja, tetapi juga mengungkap sisi gelap dunia penerjemahan. Terlebih lagi ketika penerjemahan telah menjadi bagian dari skema yang lebih besar yang disebut imperialisme. Hal ini menciptakan dikotomi antara penerjemahan yang dapat digunakan sebagai alat pembebasan, atau justru sebagai alat penindasan.
1. Celah Antarbahasa
Salah satu konsep utama dalam Babel adalah match-pairs, yaitu pasangan kata dari dua bahasa yang maknanya mirip tapi tidak seratus persen sama. Contohnya seperti "policy" dan "kebijakan”. Dua kata ini terdengar setara, tapi memiliki konteks dan sejarah makna yang berbeda. Fenomena ini seringkali disebut dengan istilah “lost in translation” atau “hilang dalam terjemahan”.
Babel menunjukkan bahwa celah makna bukanlah hal sepele. Tiap aktivitas penerjemahan yang menciptakan ribuan celah makna membawa dampak yang signifikan dalam peradaban. Hal ini jelas karena tiap karya terjemahan tentu memiliki dampak yang besar bagi pembacanya.
Dalam Babel, fenomena celah makna dan dampaknya yang seringkali terabaikan digambarkan dengan sempurna sebagai kekuatan magis bernama “silver-working”. Tiap kata yang dipadankan (match-pairs) pada sebuah batangan perak magis (silver bars) dapat menciptakan efek sihir yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal. Misalnya, ketika kata wúxíng (bahasa Mandarin: tak berwujud) dipadankan dengan kata invisible (bahasa Inggris: tak terlihat) pada batangan perak, pengguna batangan perak tersebut dapat menjadi tak kasat mata. Semakin jauh jarak antara kedua bahasa tersebut, semakin kuat sihir yang dihasilkan.
2. Bahasa sebagai Sumber Kekuatan dan Kendali
Dalam Babel, dengan besarnya kekuatan yang dihasilkan dari aktivitas penerjemahan, Inggris pun segera memanfaatkan dan memaksimalkan bidang ini untuk memperluas dan melanggengkan praktik kolonialisme. Efek magis yang dihasilkan dari silver-working memiliki dampak yang besar pada berbagai hal, mulai dari produksi industri hingga jalannya perang.
Melalui penggambaran ini, R.F. Kuang memaparkan bagaimana bahasa dapat menjadi alat penjajahan dan penindasan. Celah makna dalam aktivitas penerjemahan tidak hanya berpotensi mengubah peradaban, tapi juga dapat dimanfaatkan dan dieksploitasi oleh kekuatan politik dari suatu bangsa yang berhegemoni untuk menindas bangsa lain yang tidak berdaya.
Dalam dunia nyata, hal ini dapat dilihat pada fakta bahwa negara-negara imperialis menggunakan ilmu pengetahuan, penguasaan bahasa, dan penerjemahan karya tulis untuk memahami budaya dan struktur sosial dari negara yang dijajah. Semakin dalam mereka memahami masyarakat dari koloninya, semakin jauh pula mereka dapat membabat habis dan mengeksploitasi masyarakat tersebut.
Dengan begitu, novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna dan peran dari kegiatan penerjemahan secara lebih mendalam.
Penutup
Melalui Babel, R.F. Kuang berhasil mengangkat peran penerjemahan dari aktivitas di balik layar menjadi isu yang politis, filosofis, dan sangat relevan. Novel ini menunjukkan bahwa di balik setiap kata yang diterjemahkan, ada pertarungan makna, kuasa, dan ideologi, dan seorang penerjemah harus terus bergelut dan memegang kendali atas pertarungan tersebut. Dengan begitu, seorang penerjemah tidak bisa sekadar menguasai dua bahasa atau lebih—diperlukan latihan, kepekaan, dan pengetahuan praktis agar dapat menerjemahkan makna dengan akurasi yang mendekati sempurna.
Nah, jika Sahabat LBI merasa terinspirasi dan ingin menekuni dunia penerjemahan, sekarang saatnya untuk mengambil langkah. Ayo daftarkan dirimu di kursus penerjemahan LBI FIB UI dan mulailah perjalananmu menjadi penerjemah andal yang tidak hanya mengedepankan akurasi, tapi juga penuh integritas!
Klik tautan berikut untuk informasi selengkapnya: Translation Program | Lembaga Bahasa Internasional FIB UI
Penulis: Nurul Fadjriah (Prodi Sejarah 2022